- Bagaimana struktur dan hirarki pengadilan secara umum?
Secara umum, pengadilan di Indonesia dibagi menjadi tiga tingkatan: Pengadilan Negeri atau pengadilan tingkat pertama di setiap daerah.
Pengadilan Tinggi atau pengadilan tingkat banding di setiap provinsi.
Mahkamah Agung di tingkat nasional sebagai pengadilan tingkat banding terakhir dan lembaga peradilan tertinggi. - Sejauh mana pengadilan yang lebih rendah terikat oleh keputusan pengadilan yang lebih tinggi?
Sistem hukum Indonesia tidak mengenal asas stare decisis, sehingga pengadilan yang lebih rendah tidak terikat untuk mengikuti keputusan pengadilan yang lebih tinggi. Namun, dalam beberapa kasus, pengadilan dapat menggunakan atau mengutip penafsiran sebelumnya atas suatu pasal, undang-undang, atau peraturan. - Apakah ada pengadilan spesialis untuk bidang hukum tertentu?
Konstitusi menetapkan empat lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung, yang dalam beberapa kasus memiliki kewenangan atas pengadilan lain (lihat di bawah).
Pengadilan umum. Pengadilan umum menangani kasus-kasus perdata dan pidana umum.
Pengadilan khusus. Pengadilan khusus memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara-perkara tertentu yang berada di bawah kewenangan pengadilan umum, seperti Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial: dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial). Pengadilan ini menyelesaikan semua perselisihan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan.
Pengadilan Anak: dibentuk berdasarkan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Pengadilan Anak. Pengadilan anak tunduk pada kewenangan pengadilan yurisdiksi umum dan mengadili anak-anak berusia 12 hingga 18 tahun. Semua kasus disidangkan dalam sidang tertutup untuk memastikan kerahasiaan persidangan dan melindungi identitas anak.
Pengadilan Niaga: berwenang untuk menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004, semua hak kekayaan intelektual dan Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan UU No. 24 Tahun 2004;
Pengadilan Hak Asasi Manusia: dibentuk berdasarkan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pengadilan ini hanya memiliki yurisdiksi atas pelanggaran berat hak asasi manusia, seperti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi: dibentuk berdasarkan UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 5 UU No. 46 Tahun 2009 menyatakan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah satu-satunya pengadilan di Indonesia yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi.
Pengadilan Perikanan: dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan selanjutnya diubah dengan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009, yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2007 tentang Pengadilan Perikanan. Pengadilan ini berwenang untuk mengadili tindak pidana termasuk mengekspor atau mengimpor ikan tanpa sertifikasi kesehatan; menggunakan alat tangkap ilegal seperti bahan peledak dan bahan kimia; dan menggunakan alat tangkap yang tidak memenuhi standar yang disyaratkan.
(UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan ini dibentuk berdasarkan UU No. 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 dan UU No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, pengadilan tata usaha negara memiliki kekuasaan kehakiman untuk memutus sengketa tata usaha negara yang diakibatkan oleh dikeluarkannya keputusan pejabat tata usaha negara.
Pengadilan Pajak. Pengadilan pajak merupakan salah satu pengadilan khusus yang berada di bawah kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan pajak memiliki kewenangan untuk memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan di Indonesia. Pengadilan ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Pengadilan Agama. Pengadilan ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009. Pengadilan ini berwenang mengadili perkara-perkara di antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqah, dan ekonomi syariah. Kekuasaan kehakiman Pengadilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama yang berada di daerah kota dan pengadilan tingkat banding, dan dibentuk di luar Peradilan Umum.
Pengadilan Militer. Pengadilan Militer dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dan berwenang mengadili:
Kejahatan yang dilakukan oleh tentara atau orang lain yang dianggap sebagai tentara atau ditentukan oleh panglima angkatan darat dan disetujui oleh menteri kehakiman dan hak asasi manusia.
Sengketa administratif di dalam tubuh militer.
Tuntutan hukum perdata yang berkaitan dengan kejahatan militer.
- Apakah otoritas kuasi-legal biasa digunakan?
Indonesia mengakui keberadaan otoritas quasi-legal atau lembaga quasi-peradilan sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman yang independen dari lembaga peradilan. Hal ini diatur dalam Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 dan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Otoritas quasi-legal yang dibentuk di Indonesia adalah: Ombudsman. Ombudsman diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman. Ombudsman memiliki kewenangan untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, sebagaimana diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk:
pelayanan yang diselenggarakan oleh